Desember 07, 2015

Psikologi Pada Remaja




PSIKOLOGI REMAJA

Cory Putri Rahayu
NIM A1E114040

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Masa remaja merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Masa remaja sering digambarkan sebagai masa yang paling indah, dan tidak terlupakan karena penuh dengan kegembiraan dan tantangan. Namun, masa remaja juga identik dengan kata ‘pemberontakan’, dalam istilah psikologi sendiri sering sering disebut sebagai masa storm and stress karena banyaknya goncangan-goncangan dan perubahan-perubahan yang cukup radikal dari masa sebelumnya.
             Perkembangan cara berfikir merupakan satu hal yang cukup menarik untuk dicermati karena pada fase ini cara berpikir konkrik yang ditunjukkan pada masa kanak-kanak sudah ditinggalkan. Namun perkembangan cara berpikir ini ternyata tidak terlepas dari kehidupan emosinya yang naik turun juga. Penentangan dan pemberontakan yang ditunjukkan dengan selalu melancarkan banyak kritik, bersikap sangat kritis pada setiap masalah, menentang peraturan sekolah maupun dirumah menjadi suatu cirri mulai meningkatnya kemampuan berpikir dengan sudut pandang yang mulai meluas pada remaja. Oleh karenanya setelahmalui fase negatif pertama pada usia 2-4 tahun, masa ini sering pula disebut Trotzaller atau fase negatif kedua (Kartini  Kartono dalam Soetjiningsih, 2007: 53 )
Masa remaja ditanda dengan (1) berkembangnya sikap dipenden kepada orang tua kearah independen, (2) minat seksualitas, dan (3) kecenderungan untuk merenung atau memperhatikan diri sendiri, nilai-nilai etika, dan isu-isu moral (salzman dan pikunas dalam yusuf, 2006: 71)


1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Apa pengertian remaja?
1.2.2        Apa saja tugas-tugas perkembangan remaja?
1.2.3        Bagaimana perkembangan psikologis remaja?
1.2.4        Bagaimana perilaku menyimpang pada remaja?


1.3  Tujuan Makalah
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan:
1.3.1        pengertian remaja,
1.3.2        tugas-tugas perkembangan remaja,
1.3.3        perkembangan psikologis remaja, dan
1.3.4        perilaku menyimpang pada remaja.

1.4  Manfaat Makalah
Makalah ini ditulis agar bermanfaat bagi:
1.4.1     Mahasiswa
                Untuk mahasiswa, tulisan ini bermanfaat menambah pengetahuan mahasiswa tentang  psikologi remaja.
1.4.2     Orang tua dan masyarakat
                Untuk Orang tua dan  masyarakat, makalah ini bermanfaat membantu masyarakat untuk mengetahui apa itu psikologi pada remaja, bagaimana perkembangan remaja.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Pengertian Remaja
            Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda. Remaja tidak mempunyai tempat yang jelas, yaitu bahwa mereka tidak termasuk golongn anak-anak tetapi tidah juga termasuk golongn orang dewasa.
             Ausubel (dalam Soetjiningsih, 2007: 45) mengatakan bahwa kalau status orang dewasa sebagai status primer, artinya status itu diperoleh berdasarkan kemampuan dan usaha sendiri dan status anak adalah status yang diperoleh yaitu tergantung dari apa yang diberikan orangtua dan masyarakat, maka remaja ada dalam status interim sebagai akibat dari posisi yang sebagian diberikan oleh oangtua dan masyarakat dan sebagian melalui usaha sendiri yang selanjutnya memberi prestise tertentu bagi dirinya.

2.1.1 Remaja menurut hukum
Konsep tentang “remaja”, bukanlah berasal dari bidang hokum, melainkan berasal dari bidang ilmu-ilmu sosial lainnya seperti Antropologi, sosiologi, Psikologi, dan Paedagogi. Kecuali itu konsep remaja juga merupakan konsep yang relative baru, yang muncul kira-kira setelah era industrialisasi merata di Negara-negara eropa, Amerika Serikat, dan Negara-negara maju lainnya. Dengan perkataan lain, masalah remaja baru menjadi pusat perhatian ilmu-ilmu sosial dalam 100 tahun terakhir ini saja.
Hukum perdata misalnya, memberikan batas usia 21 tahun (atau kurang dari itu asalkan sudah menikah) untuk menyatakan kedewasaam seseorang (Pasal 330 KUHPerdata). Di bawah usia tersebut seseorang masih membutuhkan wali (orang tua) untuk melakukan tindakan hokum perdata (misalkan: mendirikan perusahaan atau membut perjanjian di hadapan pejabat hukum).
Di sisi lain, hukum pidana memberi batasan 16 tahun sebagai usia dewasa (Pasal 45,47 KUHP). Anak-anak yang berusia kurang dari 16 tahun masih menjadi tanggung jawab orang tuanya kalau ia melanggar hukum pidana.
2.2       Tugas-tugas perkembangan remaja
            Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemapuan bersikap dan berperilaku secara dewasa.
            Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja, menurut Hurlock (dalam Ali dan Asrori, 2011: 10) adalah berusaha:
·      Mampu menerima keadaan fisiknya,
·      Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa,
·      Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis,
·      Mencapai kemandirian emosional,
·      Mencapai kemandirian ekonomi,
·      Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat,
·      Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua,
·      Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa,
·      Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan, dan
·      Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.


2.3       Perkembangan psikologis remaja
2.3.1    Pembentukan konsep diri
Remaja adalah masa transisi dari periode anak ke dewasa. Namun, apakah kedewasaan itu? Secara psikologis, kedewasaan tentu bukan hanya tercapainya usia tertentu seperti misalnya dalam ilmu hukum. Secara psikologis kedewasaan adalah keadaan dimana sudah ada ciri-ciri psikologis tertentu pada seseorang. Ciri-ciri psikologis itu menurut G.W.Allport (dalam Sarwono, 2012: 81)  adalah sebagai berikut.

·         Pemekaran diri sendiri (extension of the self), yang ditandai dengan kemampuan seorang untuk menganggap orang atau hal lain sebagai bagian dari dirinya endiri juga.
·         Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif (self objectivication) yang ditandai dengan kemampuan untuk memiliki wawasan tentang diri sendiri (self insight) dan kemampuan untuk menangkap humor (sense of humor) termasuk yang menjadikan dirinya  sendiri sebagai sasaran.
·         Memiliki falsafah hidup tertentu (unifying philosophy of life). Hal ini dapat dilakukan tanpa harus merumuskannya dan mengucapkan dalam kata-kata.
2.3.2    Perkembangan intelegensi
Hampir semua orang tua di Indonesia mangharapkan anaknya pandai di sekolah. Mereka yang mampu inginkan anaknya menjadi sarjana. Seakan-kan dengan modal kepandaian seseorang dijamin akan berhasi dalam hidupnya.
Ukuran intelegensi dinyatakan dalam IQ (intelegence Quotient). Pada orang dewasa, (usia 16 tahun keatas) IQ dihitung dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan yang terdiri atas berbagai soal (hitungan, kata-kata, gambar-gambar, dan lain-lain) dan menghitung  seberapa banyak pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar dan membandingkannya dengan sebuah daftar (yang dibuat berdasarkan penelitian yang terpercaya, maka akan didapat nilai IQ orang yang bersangkutan.
2.3.3    Perkembangan peran gender
Peran gender pada hakikatnya adalah bgian dari peran sosial pula. Sama halnya dengan anak yang harus mempelajari perannya sebagai anak terhadap orang tua atau sebagai murid terhadap guru, maka ia pun harus mempelajari perannya sebagai anak dari jenis kelamin tertentu terhadap jenis kelamin lawannya. Jadi berbeda dengan anggapan awam, peran gender ini tidak hanya ditentukan oleh jenis kelamin orang yang bersangkutan, tetapi juga oleh lingkungan dan faktor-faktor lainnya.         Dengan demikian, tidak otomatis seorang seorang anak laki-laki harus pandai main sepak bola sedangkan anak perempuan pandai menari. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak laki-laki yang pandai menari dan perempuan yang main sepak bola dan mereka akhirnya tetap menjadi pria atau wanita yang normal (tidak menjadi banci).
2.3.4    Perkembangan moral dan religi
Moral dan religi merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang berpendapat bahwa moral dan religi bisa mengendalikan tingkah laku anak yng beranjak dewasa ini sehingga ia tidak melakukan hal-hal yang merugikan atau bertentagan dengan kehendak atau pandangan masyarakat. Di sisi lain tiadanya moral dan religi ini sering kali dituding sebagai faktor penyebab meningkatnya kenakalan remaja.
Aliran Psikoanalisis tidak membeda-bedakan antara moral, norma, dan nilai. Semua konsep itu menurut S. Freud menyatu dalam konsepnya super ego. Super ego sendiri dalam teori freud merupakan bagian dari jiwa yang berfungsi untuk mengendalikan tingkah laku ego sehingga tidak bertentangan dengan masyarakat. Super ego dibentuk melalui jalan internalisasi (penyarapan) larangan-larangan atau perintah-perintah yang datang dari luar (khususnya dari orang tua), sedemikian rupa sehingga akhirnya terpancar dari dalam  diri sendiri Barterns (dalam Sarwono, 2010: 109). Sekali super ego telah terbentuk, maka ego tidak lagi hanya mengikuti kehendak-kehendak id (dorongan-dorongan naluri yang berasal dari alam ketidaksadaran). Akan tetapi juga mempertimbangkan ehendak super ego. Demikianlah dalam menghadapi situasi tertentu, seorang remaja ang sudah terbentuk super ego nya akan berbuat sedemikian rupa sehingga tidak melanggar larangan atau perintah masyarakat. Termasuk jika tidak ada petugas hukum atau tokoh masyarakat disekitar itu.
Menurut aliran psikoanalisis orang-orang yang tak mempunyai hubungan yang harmonis dengan orang tuanya di masa kecil kemungkinan besar tidak akan mengembangkan super ego yang cukup kuat sehingga mereka bisa menjadi orang yang sering melanggar norma masyarakat.
Menurut Robert J. Havinghurst (dalam Ahmadi dan Sholeh, 2005: 104) mengatakan moral yang bersumber dari adanya suatu tata nilai adalah a value is an obyect estate or affair wich is desired (tata nilai adadlah suatu objek rohani atas suatu keadaan yang di inginkan).
2.4       Perilaku menyimpang pada remaja
2.4.1    Definisi
Mendefinisikan peilku menyimpang adalah hal yang cukup sulit dilakukan. Problemnya adalah menyimpang terhadap apa? Penyimpangan terhadap peraturan orang tua, seperti pulang terlalu malam atau merokok bisa dikatakan penyimpangan juga dan karena itu dinamakan kenakalan. Penyimpangan terhadap tatakrama masyarakat, seperti duduk mengangkat kaki dihadapan orang yang lebih tinggi derajatnya (di kalangan suku tertentu) bisa juga digolongkan penyimpangan yng dalm hal ini dinamakan kekurangajaran. Dan tentu saja tingkah laku yang melanggar hukum seperti membawa ganja ke sekolah atau mencuri uang orang tua adalah penyimpangan juga.

Salah satu upaya untuk mendefinisikan penyimpangan perilaku remaja dalam arti kenakalan anak (juvenile deliquency) dilakukan oleh M. Gold dan J. Petronio (dalam Sarwono, 2010: 251), yaitu sebagai berikut:
Kenakalan anak adalah tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman.
2.4.2    Kenakalan remaja
Kenakalan remaja yang dimaksud disini adalah perilaku yang menyimpang dari kebiasaan atau melanggar hukum. Jensen (dalam Sarwono, 2010: 256) membagi kenakalan remaja ini menjadi empat jenis yaitu:

·         kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain,
·         kenakalan yang menimbulkan korban materi,
·         kenakalan sosial yang tidak menimbukan korban dipihak orang lain, dan
·         kenakalan yang melawan status.
2.4.3    Hipoaktivisme
Kenakalan remaja dan beberapa kelainan perilaku remaja yang lain biasanya dikaitkan dengan agresivitas atau hiperaktivisme (aktifitas yang terlalu berlebihan) dari remaja. Tetapi, di sisi lain ada sebagian remaja yang sangat kurang aktivitasnya (hipoaktivisme). Mereka yang tergolong hipoaktif ini biasanya lambat dianggap sebagai gangguan, karna mereka umumnya tidak mengganggu orang lain. Orang mungkin hanya mengira anak itu pemalu atu pendiam. Bahkan banyak orang tua yang merasa senang bahwa anaknya hipoaktif karena kelakuan mereka manis, tidak prnah merepotkan orang tua. Baru jika anak itu sudah masuk usia remaja dan ternyata ia masih juga kurang aktivitasnya sehingga tidak mempunyai teman, tidak memunyai hobi, tergantung terus kepada orang tua atau mengalami gangguan belajar yang serius, orang tua atau orang dewasa lainnya mulai merisaukan keadaan anak yang hipoaktif tersebut.
2.4.5    Penyalahgunaan Narkoba (Narkotika dan obat) dan Alkoholisme
Seperti diketahui, narkoba dan minuman yang mengandung alcohol mempunyai dampak terhdp system syaraf manusia yang menimbulkan berbagai perasaan. Sebagian dari narkoba iu meningktkan gairah, semangat, dan keberanian, sbagian lagi menimbulkan perasaan mengantuk, sedangkan yang lain bisa menyebabkan rasa tenang dan nikmat sehingga bisa melupakan segala kesulitan. Oleh karena efek-efek itulah beberapa remaja menyalahgunakan naarkoba dan alcohol. Tetapi, sebagaimana semua orang pun tahu, jika mengkonsumsi narkob dan alcohol itu dalam dosis yang berlebihan bisa membahayakan jiwa orang yang brsangkutan. Padahal sifat narkoba dan alcohol itu antara lain adalah menimbulkan ketergantungan (kecanduan) pada pemakainya. Makin sering ia memakai narkoba atau minum-minuman beralkohol, makin besar ketergantungannya sehingga pada suatu saat tidak bisa melepaskan diri lagi. Pada tahap ini remaja yang bersangkutan bisa menjadi kriminal, atau menjadi pekerja seks untuk sekedar memperoleh uang pembeli narkoba atau minuman beralkohol.


2.4.6    Psikopatologi pada remaja
Adapun jenis-jenis gangguan jiwa itu praremaja menurut Kohen & Raz (dalam Sarwono, 2010: 271) adalah sebagai berikut:
·         gangguan neurosis karena konflik oedipoes yang tak teselesaikan denagan baik,
·         takut kepada sekolah (school phobia) sehingga cenderung membolos atau mencari alas an untuk tidak sekolah,
·         keterasingan, merasa diterlantarkan oleh orang tua, tidak dapat mengidentifikasikan peran seksualnya sendiri (bagaimana caranya untuk berperan sebagai anak laki-laki atau anak perempuan), kurang mempunyai citra seksual tentang dirinya sendiri,
·         kenakalan anak yang disebabkan oleh reaksi neurotic,
·         retardasi mental,
·         gangguan organis yang bisa manggangu fungsi kepribadian,
·         gangguan kepribadian (kelainan jiwa) yang berat, dan
·         kenakalan anak yang tidak disebabkan oleh reaksi neurotic.









BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang saya buat, dapat disimpulkan bahwa
1.      Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda. Remaja tidak mempunyai tempat yang jelas, yaitu bahwa mereka tidak termasuk golongn anak-anak tetapi tidah juga termasuk golongn orang dewasa.
2.      Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemapuan bersikap dan berperilaku secara dewasa.
3.      Perkembangan psikologis remaja dibagi menjadi;
·         Pembentukan konsep diri
·         Perkembangan intelegensi
·         Perkembangan peran gender
·         Perkembangan moral dan religi
4.      Kenakalan anak adalah tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman.
3.2       Saran
Setelah kita mengetahui bagaimana psikologi remaja, maka diharapkan kepada orang tua dan juga pendidik agar lebih bisa memahami tentang psikologi remaja dan bisa untuk mengarahkan anak/remaja itu sendiri, membimbing remaja itu agar tidak mengarah ke perilaku yang menyimpang.

                                      DAFTAR PUSTAKA                 

Ahmadi,Abu dan Sholeh,M. 2005.Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta
Ali Muhammad dan Asrori,M.2011.Psikologi Remaja Perkembangan Peserta        Didik. Jakarta:Bumi Aksara
Sarwono W. Sarlito. 2010. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers
Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya      Jakarta:Sagung Seto
Yusuf syamsu. 2006 . Psikologi Perkembangan Anak & Remaja.Bandung:             Remaja Rosdakarya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar