BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Beck (dalam
Halgin & Whitbourne, 2003) mengatakan bahwa bunuh diri adalah hilangnya harapan
yang dicetuskan oleh ketidakmampuan individu dalam mengatasi stress. Shneidman
(Dalam Halgin & Whitbourne, 2003) menyatakan bahwa individu yang mencoba
bunuh diri adalah individu yang mencoba untuk mengkomunikasikan rasa
frustasinya kepada seseorang yang dianggap penting oleh individu tersebut.
Kasus bunuh
diri pada anak dan remaja semakin banyak terjadi dibandingkan sebelumnya. Dari
hasil statistic di Amerika diperoleh data bahwa pada anak-anak di bawah umur 15
tahun sekitar 1-2 dari 100.000 anak memiliki keinginan bunuh diri, sedangkan
dari umur 15-19 tahun, sekitar 11 dari 100.000 remaja yang ingin melakukan
bunuh diri.
Fakta
belakangan member kesan bahwa penyalahgunaan zat dan senjata api, serta masalah
hubungan (relationship) pada anak-anak bertanggung jawab untuk meningkatnya
angka bunuh diri pada kelompok ini. Cara yang dipilih anak-anak untuk melakukan
bunuh diri tergantung pada senjata mematikan apa yang tersedia serta umur
mereka. Pada Negara-negara dimana senjata api selalu tersedia, misalnya di
Amerika, mka senjata pi adalah lat utama yang digunakan untuk bunuh diri. Cara
bunuh diri lainnya adalah gantung diri dan meracuni diri.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Apa pengertian Remaja?
1.2.2
Apa definisi bunuh diri?
1.2.3
Apa faktor penyebab remaja bunuh diri?
1.2.4
Bagaimana cara pencegahannya?
1.2.5
Bagaimana cara mengatasi bunuh diri
pada remaja?
1.3 Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui:
1.3.1
Pengertian remaja
1.3.2
Definisi bunuh diri
1.2.3
Faktor
penyebab remaja bunuh diri
1.2.4
Cara pencegahan bunuh diri pada remaja
1.2.5
Cara mengatasi bunuh diri pada remaja
1.4 Manfaat penulisan
Makalah ini dituliskan agar bermanfaat bagi:
1.4.1 Mahasiswa
Untuk mahasiswa, tulisan ini
bermanfaat menambah pengetahuan mahasiswa tentang bunuh diri pada remaja.
1.4.2 Orang tua dan masyarakat
Untuk Orang tua dan masyarakat, makalah ini bermanfaat membantu
masyarakat untuk mengetahui apa itu bunuh diri pada remaja, faktor penyebab dan juga cara pencegahannya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Remaja
Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko,
1984 dalam Rice, 1990).
Banyak
tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (dalam Rice,
1990) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001)
tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa
remaja (adolescence). Menurut
Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara
masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13
tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua
puluhan tahun. Menurut Adams & Gullota masa remaja meliputi usia antara 11
hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990)
membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan
masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan
akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah
mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa. Papalia &
Olds (2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan
dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa
remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan
yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi
perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses
pembentukan orientasi masa depan.
2.2 Definisi
bunuh diri
Percobaan bunuh diri atau bunuh diri
istilah yang digunakan ketika anak atau orang dewasa bermaksud sebagian atau
seluruhnya/membuat dirinya mati dengan perbuatan sendiri. Bunuh diri adalah perbuatan menghentikan
hidup sendiri yang dilakukan oleh individu itu sendiri atau atas permintaannya.
Alasan atau motif bunuh diri bermacam-macam, namun biasanya didasari oleh rasa
bersalah yang sangat besar, karena merasa gagal untuk mencapai sesuatu harapan.
WHO mengatakan dalam satu tahun ada satu juta orang melakukan bunuh diri. Di
Amerika sendiri tindakan bunuh diri merupakan peringkat sebelas dari penyebab
kematian. Dikatakan bahwa wanita lebih banyak 3 kali dibanding pria. Walaupun
demikian laki-laki berperanan juga terjadinya bunuh diri pada wanita. Seperti
menyakiti, menganiaya, memperkosa yang mambuat perempuan akhirnya nekad bunuh
diri. Makanya bunuh diri menjadi penyebab kematian kedua pada remaja.
2.3
Faktor
penyebab remaja bunuh diri
2.3.1
Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa seringkali terjadi
pada seseorang saat melakukan bunuh diri dengan angka kejadian berkisar antara
27% hingga lebih dari 90%. Orang yang pernah dirawat di rumah sakit jiwa
memiliki risiko melakukan tindakan bunuh diri yang berhasil sebesar 8.6% selama
hidupnya. Sebagian dari orang yang meninggal karena bunuh diri bisa jadi
memiliki gangguan depresi mayor. Orang yang mengidap gangguan depresi mayor
atau salah satu dari gangguan keadaan jiwa seperti gangguan bipolar memiliki
risiko lebih tinggi, hingga mencapai 20 kali lipat, untuk melakukan bunuh diri.
Kondisi lain yang turut terlibat adalah schizophrenia(14%), gangguan
kepribadian (14%),gangguan bipolar, dan gangguan stres pasca-trauma. Sekitar 5%
pengidap schizophrenia mati karena bunuh diri. Gangguan makan juga merupakan
kondisi berisiko tinggi lainnya. Riwayat percobaan bunuh diri di masa lalu
merupakan alat prediksi terbaik terjadinya tindakan bunuh diri yang akhirnya
berhasil. Kira-kira 20% bunuh diri menunjukkan adanya riwayat percobaan di masa
lampau. Lalu, dari sekian yang pernah mencoba melakukan bunuh diri memiliki
peluang sebesar 1% untuk melakukan bunuh diri yang berhasil dalam tempo satu
tahun kemudian dan lebih dari 5% melakukan bunuh diri setelah 10 tahun.
Meskipun tindakan melukai diri sendiri bukan merupakan percobaan bunuh diri,
namun adanya perilaku suka melukai diri sendiri tersebut meningkatkan risiko
bunuh diri. Dari kasus bunuh diri yang berhasil, sekitar 80% individu yang
melakukannya telah menemui dokter selama setahun sebelum kematian, termasuk 45%
di antaranya yang menemui dokter dalam satu bulan sebelum kematian. Sekitar
25–40% orang yang berhasil melakukan bunuh diri pernah menghubungi layanan
kesehatan jiwa pada tahun sebelumnya.
2.3.2
Masalah Perjudian Masalah perjudian pada seseorang
dikaitkan dengan meningkatnya keinginan bunuh diri dan upaya-upaya melakukan
tindak bunuh diri dibandingkan dengan populasi umum. Antara 12 dan 24% pejudi
patologis berusaha bunuh diri. Angka bunuh diri di kalangan istri-istri mereka
tiga kali lebih besar daripada populasi umum. Faktor lain yang meningkatkan
risiko pada mereka dengan masalah perjudian meliputi penyakit mental, alkohol
dan penyalahgunaan narkoba.
2.3.3
Kondisi Medis Terdapat hubungan antara bunuh diri dan masalah kesehatan
fisik, mencakup: sakit kronis, cedera otak traumatis, kanker, mereka yang
menjalani hemodialisis, HIV, lupus eritematosus sistemik, dan beberapa lainnya.
Diagnosis kanker membuat risiko bunuh diri menjadi kira-kira dua kali lipat.
Angka kejadian bunuh diri yang meningkat tetap tinggi setelah disesuaikan
dengan penyakit depresi dan penyalahgunaan alkohol. Pada orang yang memiliki
lebih dari satu kondisi medis, risiko tersebut sangat tinggi. Di Jepang,
masalah kesehatan termasuk dalam daftar utama diperbolehkannya bunuh diri.
2.3.4
Stres kehidupan Stres kehidupan yang terjadi dalam beberapa
waktu terakhir seperti kehilangan anggota keluarga atau teman, kehilangan
pekerjaan, atau isolasi sosial (seperti hidup sendiri) meningkatkan risiko
tersebut. Orang yang tidak pernah menikah juga berisiko lebih besar. Bersikap
religius dapat mengurangi risiko seseorang untuk melakukan bunuh diri. Hal ini
dikaitkan dengan pandangan negatif sebagian besar agama yang menentang
perbuatan bunuh diri dan dengan lebih besarnya rasa keterikatan yang bisa
diberikan oleh agama. Muslim, di antara umat beragama, tampaknya memiliki
tingkat yang lebih rendah.
2.3.5
Pelecehan Seksual Sejumlah orang mungkin ingin bunuh
diri untuk melarikan diri dari intimidasi atau tuduhan. Riwayat pelecehan seksual
pada masa kecil dan dan saat menjadi anak asuh juga merupakan faktor risiko.
Pelecehan seksual diyakini memberi kontribusi sekitar 20% dari keseluruhan
risiko. evolusioner menjelaskan bahwa persoalan bunuh diri bisa meningkatkan
kemampuan inklusif. Hal ini dapat terjadi jika orang yang ingin bunuh diri
tidak dapat lagi memiliki anak dan mengangkat anak dari kerabatnya dengan tetap
bertahan hidup. Hal yang tidak dapat disetujui adalah bahwa kematian pada
remaja yang sehat tidak menyebabkan terjadinya kemampuan inklusif. Proses
adaptasi terhadap lingkungan adat nenek moyang yang sangat berbeda mungkin
menjadi proses yang maladaptif dalam kondisi saat ini.
2.3.6
Kemiskinan Kemiskinan dikaitkan dengan risiko bunuh diri. Meningkatnya
kemiskinan relatif seseorang yang dibandingkan dengan orang yang ada di
sekitarnya dapat meningkatkan risiko bunuh diri. Lebih dari 200.000 petani di
India telah melakukan bunuh diri sejak tahun 1997, yang sebagian karena
persoalan utang. Di Cina, kemungkinan peristiwa bunuh diri terjadi tiga kali
lipat di daerah pedesaan di pinggiran kota, yang diyakini akibat kesulitan
keuangan di area ini di negara tersebut.
2.3.7
Media Masa Media Media, termasuk internet, memainkan peranan penting.
Caranya menyajikan gambaran bunuh diri mungkin saja memiliki efek negatif
dengan banyaknya tayangan yang mencolok dan berulang yang mengagungkan atau
meromantiskan tindakan bunuh diri dan memberikan dampak terbesar. Bila
digambarkan secara rinci tentang cara melakukan bunuh diri dengan menggunakan
cara tertentu, metode bunuh diri mungkin saja meningkat dalam populasi secara
keseluruhan. Pemicu penularan bunuh diri atau peniruan bunuh diri ini dikenal
sebagai efek Werther, yang diberi nama berdasarkan tokoh protagonist dalam
karya Goethe yang berjudul The Sorrows of Young Werther yang melakukan bunuh
diri. Risiko ini lebih besar pada remaja yang mungkin meromantiskan kematian.
Sementara media massa memiliki pengaruh yang signifikan, efek dari media
hiburan masih tampak samar-samar. Kebalikan dari efek Werther adalah pengusulan
efek Papageno, yaitu cakupan yang baik mengenai mekanisme cara mengatasi
masalah secara efektif, mungkin memiliki efek perlindungan. Istilah ini
didasarkan pada karakter dalam opera Mozart yang berjudul The Magic Flute yang
akan melakukan bunuh diri karena takut kehilangan orang yang dicintainya sampai
teman-temannya menyelamatkannya. Bila media mengikuti pedoman pelaporan yang
sesuai, risiko bunuh diri dapat diturunkan. Namun, kepatuhan dari industri
tersebut bisa saja sulit didapatkan terutama dalam jangka panjang
2.3.8
Perokok Merokok tidak hanya merusak kesehatan fisik, tetapi juga
mental. Peneliti dari Washington University School of Medicine menemukan,
peningkatan pajak harga rokok berhubungan dengan penurunan kasus bunuh diri di
suatu daerah. Mereka menyimpulkan, merokok berhubungan dengan tindakan nekat
tersebut. Diperkirakan dampak merokok terhadap bunuh diri berhubungan dengan
sifat adiksi yang diberikan rokok.
2.3.9
Remaja dengan gegar otak Cidera otak karena trauma dapat
merusak kesehatan saraf remaja yang masih bertumbuh. Sebuah studi baru-baru ini
menemukan, gegar otak juga berhubungan dengan kematian dini, yang paling sering
adalah akibat bunuh diri. Remaja yang mengalami gegar otak tiga kali lebih
mungkin untuk bunuh diri.
2.3.11 Pemusik Steve Sack, direktur di Center for
Suicide Research dan profesor di Wayne State Uniersity menjelaskan, laju bunuh
diri di antara pemusik tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata
nasional. Ini karena pekerja seni, termasuk penulis, aktor, atau pelukis, lebih
rentan terpapar depresi dan pikiran-pikiran bunuh diri.
2.3.12 Dewasa dengan asperger Sindrom asperger merupakan salah
satu gangguan spektrum autis. Kondisi ini dapat menyebabkan seseorang mengalami
kesulitan berkomunikasi dan gangguan perilaku. Sebuah studi baru-baru ini pada
populasi di Inggris menunjukkan, orang dengan asperger sembilan kali lebih
mungkin untuk memikirkan bunuh diri di beberapa titik dalam hidupnya. Ini
mungkin dikarenakan mereka cenderung merasa depresi akibat isolasi sosial,
kesepian, tidak berprestasi, dan pengangguran.
2.3.13 Masalah cinta Sebagai
pelampiasan dari kehidupan keluaganya yang buruk, banyak remaja yang memilih
untuk menjalin hubungan dengan lawan jenisnya. Bunuh diri sering terjadi saat
orang tua menentang keinginan anaknya untuk menikah.
2.4 Cara pencegahan bunuh diri pada remaja
Keprihatinan tentang peningkatan
insiden bunuh diri diantara para remaja, diperlukan penyuluhan permasalahan
bunuh diri baik di sekolah maupun masyarakat umum, antara lain melalui:
2.4.1
Meningkatkan kesadaran tentang
permasalahan bunuh diri pada anak, remaja, atau dewasa muda.
2.4.2
Meningkatkan pengetahuan tentang
gambaran klinis anak/remaja sebelum bunuh diri.
2.4.3
Memberikan nasihat yang bersifat
informasi atau merujuk remaja yang diketahui berisiko/bertingkah laku bunuh
diri ke sumber-sumber yang tepat.
2.4.4
Pertolongan yang tepat harus diberikan
kepada setiap remaja yang bunuh diri.
2.4.5
Program penjaringan untuk mengtahui
anak remaja dan orang dewasa berisiko tinggi untuk bunuh diri.
2.4.6
Dibentuknya suatu pusat-pusat
kegawatan, hubungan telepon langsung dan cepat (hot line).
2.4.7
Intevensi seteah suatu percobaan bunuh
diri untuk membantu mencegah atau memutus lingkaran bunuh diri.
2.4.8
Membantu remaja dan orang dewasa muda
untuk mengatasi rasa kehilangan setelah kematian tiba-tiba atau bunuh diri
seorang teman.
2.5 Cara mengatasi bunuh diri pada remaja
Saat seseorang berpikir untuk bunuh
diri atau bahkan mencoba untuk bunuh diri, berikut ini ada beberapa hal yang
harus dilakukan:
2.5.1
Tanggapilah dengan serius.
Banyak orang
dewasa yang beranggapan bahwa anak-anak dan remaja tidaklah sungguh-sungguh
bermaksud ingin bunuh diri saat mereka menyatakan tentang bunuh diri. Dari data
yang dikumpulkan slama dua puluh tahun terakhir menunjukkan bahwa tekadang anak
benar-benar bermaksud ingin bunuh diri.
2.5.2
Singkirkan pikiran bahwa membicarakan
tentang bunuh diri adalah hal yang tabu. Bila seorang anak merasa depresi,
mereka mungkin terkadang berpikir tentang bunuh diri.
2.5.3
Berikan pengawasan.
bila seorang
anak pernah melakukan percobaan bunuh diri tau mempunyai rencana bunuh diri,
pastikan bahwa ia tidak pernah sendirian. Ini mungkin perlu untuk beberapa hari
bahan lebih lama lagi. Hal ini benar-benar memerlukan perhatuan penuh.
2.5.4
Hindari manipulasi.
Beberapa orang
menggunkan pikiran ingin bunuh diri dan usaha bunuh dirinya untuk mndapatkan
apa yang mereka inginkan atau untuk menghindari apa yang tidak mereka inginkan.
Dengan tidak mengikuti kemauan ini, banyak orang tua (dengan sedikit
bantuannya) dapat mencegah usaha pecobaan bunuh diri ini.
2.5.5
Mencegah bunuh diri dengan
mempersempit kemungkinan untuk mendapat sarana untuk melaksanakan seperti:
senjata api, pil, zat-zat dan alat-alat lain (seperti untuk gantung diri).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
factor-faktor yang telah disebutkan
sebeumnya, mengatakan bahwa bunuh diri tidak terjadi secara acak dan bahwa
tidak ada unsur universal potensial untuk itu. Korban bunuh diri ini cenderung
dari individu dengan gangguan jiwa atau mental tertentu seperti depresi. Selain
itu perilku bunuh diri pada mereka yang mengalami stress, dipengaruhi juga
oleh: a. Tersedianya alat-alat atau sarana untuk melakukan bunuh diri. B.
Kemungkinan factor keluarga atau teman individu yang memandang bunuh diri itu
sebagai suatu hal yang sah, dapat dimengerti, atau tingkah laku yang benar atau
sebagai suatu yang kurang dapat dimengerti atau perbuatan romantic.
3.2 Saran
Sebagaimana
yang telah diketahui bahwa bunuh diri itu bukanlah solusi dari suatu
pemasalahan yang sedang di alami, maka dari itu diharap kan kepada orang tua
dan lingkungan untuk dapat memberikan pengertian kepada anak/invidu yang sedang
mengalami permasalahan agar tidak brpikir untuk menyelesaikan npermasalahanya
dengan bunuh diri. Orang tua lebih memberikan pengawasan kepada anak, dapat
mengerti dan memahami apa yang sedang dialami anak, dan juga disitulah
diperlukan hubungan baik dalam keluarga atau kedekatan orang tua dengan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Linehan et al. Suicide. Dalam: Children
and Mental Health in Mental Health, 1993: 3-8.
Rockville. Depression and Suicide
in Children and mental Health, Dalam: Mental Health. 1999, chapter 3.
Romo C. Against Child Abuse. Daily
journal Article, july 8, 2002.
Shaffer D, Hick R. Suicide and
suicidial Behaviors. Dalam: McAnarney
ER, kreipe RE, Orr DP, Comerci GD, penyunting. Textbook of Adolescent Medicine.
Philadelphia: Saunders, 1992:979-986.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar