PSIKOLOGI REMAJA
Cory Putri Rahayu
NIM A1E114040
Cory Putri Rahayu
NIM A1E114040
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Masa remaja merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia.
Masa remaja sering digambarkan sebagai masa yang paling indah, dan tidak
terlupakan karena penuh dengan kegembiraan dan tantangan. Namun, masa remaja
juga identik dengan kata ‘pemberontakan’, dalam istilah psikologi sendiri
sering sering disebut sebagai masa storm
and stress karena banyaknya goncangan-goncangan dan perubahan-perubahan
yang cukup radikal dari masa sebelumnya.
Perkembangan
cara berfikir merupakan satu hal yang cukup menarik untuk dicermati karena pada
fase ini cara berpikir konkrik yang ditunjukkan pada masa kanak-kanak sudah
ditinggalkan. Namun perkembangan cara berpikir ini ternyata tidak terlepas dari
kehidupan emosinya yang naik turun juga. Penentangan dan pemberontakan yang
ditunjukkan dengan selalu melancarkan banyak kritik, bersikap sangat kritis
pada setiap masalah, menentang peraturan sekolah maupun dirumah menjadi suatu
cirri mulai meningkatnya kemampuan berpikir dengan sudut pandang yang mulai
meluas pada remaja. Oleh karenanya setelahmalui fase negatif pertama pada usia
2-4 tahun, masa ini sering pula disebut Trotzaller atau fase negatif kedua
(Kartini Kartono dalam Soetjiningsih, 2007: 53 )
Masa remaja ditanda dengan (1) berkembangnya sikap
dipenden kepada orang tua kearah independen, (2) minat seksualitas, dan (3)
kecenderungan untuk merenung atau memperhatikan diri sendiri, nilai-nilai
etika, dan isu-isu moral (salzman dan pikunas dalam yusuf, 2006: 71)
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Apa
pengertian remaja?
1.2.2
Apa
saja tugas-tugas perkembangan remaja?
1.2.3
Bagaimana
perkembangan psikologis remaja?
1.2.4
Bagaimana
perilaku menyimpang pada remaja?
1.3 Tujuan
Makalah
Tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan:
1.3.1
pengertian
remaja,
1.3.2
tugas-tugas
perkembangan remaja,
1.3.3
perkembangan
psikologis remaja, dan
1.3.4
perilaku
menyimpang pada remaja.
1.4 Manfaat
Makalah
Makalah ini ditulis agar
bermanfaat bagi:
1.4.1 Mahasiswa
Untuk mahasiswa, tulisan ini bermanfaat menambah pengetahuan mahasiswa
tentang psikologi remaja.
1.4.2 Orang tua dan masyarakat
Untuk Orang tua dan masyarakat,
makalah ini bermanfaat membantu masyarakat untuk mengetahui apa itu psikologi
pada remaja, bagaimana perkembangan remaja.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Remaja
Masa remaja
merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai
pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun
sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda. Remaja tidak
mempunyai tempat yang jelas, yaitu bahwa mereka tidak termasuk golongn
anak-anak tetapi tidah juga termasuk golongn orang dewasa.
Ausubel (dalam
Soetjiningsih, 2007: 45) mengatakan
bahwa kalau status orang dewasa sebagai status primer, artinya status itu
diperoleh berdasarkan kemampuan dan usaha sendiri dan status anak adalah status
yang diperoleh yaitu tergantung dari apa yang diberikan orangtua dan
masyarakat, maka remaja ada dalam status interim sebagai akibat dari posisi
yang sebagian diberikan oleh oangtua dan masyarakat dan sebagian melalui usaha
sendiri yang selanjutnya memberi prestise tertentu bagi dirinya.
2.1.1 Remaja menurut hukum
Konsep tentang “remaja”, bukanlah
berasal dari bidang hokum, melainkan berasal dari bidang ilmu-ilmu sosial
lainnya seperti Antropologi, sosiologi, Psikologi, dan Paedagogi. Kecuali itu
konsep remaja juga merupakan konsep yang relative baru, yang muncul kira-kira
setelah era industrialisasi merata di Negara-negara eropa, Amerika Serikat, dan
Negara-negara maju lainnya. Dengan perkataan lain, masalah remaja baru menjadi
pusat perhatian ilmu-ilmu sosial dalam 100 tahun terakhir ini saja.
Hukum perdata misalnya, memberikan
batas usia 21 tahun (atau kurang dari itu asalkan sudah menikah) untuk
menyatakan kedewasaam seseorang (Pasal 330 KUHPerdata). Di bawah usia tersebut
seseorang masih membutuhkan wali (orang tua) untuk melakukan tindakan hokum
perdata (misalkan: mendirikan perusahaan atau membut perjanjian di hadapan
pejabat hukum).
Di sisi lain, hukum pidana memberi
batasan 16 tahun sebagai usia dewasa (Pasal 45,47 KUHP). Anak-anak yang berusia
kurang dari 16 tahun masih menjadi tanggung jawab orang tuanya kalau ia
melanggar hukum pidana.
2.2 Tugas-tugas
perkembangan remaja
Tugas perkembangan
masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku
kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemapuan bersikap dan berperilaku
secara dewasa.
Adapun tugas-tugas
perkembangan masa remaja, menurut Hurlock (dalam Ali dan Asrori, 2011: 10)
adalah berusaha:
·
Mampu
menerima keadaan fisiknya,
·
Mampu
menerima dan memahami peran seks usia dewasa,
·
Mampu
membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis,
·
Mencapai
kemandirian emosional,
·
Mencapai
kemandirian ekonomi,
·
Mengembangkan
konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan
peran sebagai anggota masyarakat,
·
Memahami
dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua,
·
Mengembangkan
perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa,
·
Mempersiapkan
diri untuk memasuki perkawinan, dan
·
Memahami
dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.
2.3 Perkembangan
psikologis remaja
2.3.1 Pembentukan konsep diri
Remaja adalah masa transisi dari periode anak ke dewasa. Namun,
apakah kedewasaan itu? Secara psikologis, kedewasaan tentu bukan hanya
tercapainya usia tertentu seperti misalnya dalam ilmu hukum. Secara psikologis
kedewasaan adalah keadaan dimana sudah ada ciri-ciri psikologis tertentu pada
seseorang. Ciri-ciri psikologis itu menurut G.W.Allport (dalam
Sarwono, 2012: 81) adalah sebagai berikut.
·
Pemekaran
diri sendiri (extension of the self),
yang ditandai dengan kemampuan seorang untuk menganggap orang atau hal lain
sebagai bagian dari dirinya endiri juga.
·
Kemampuan
untuk melihat diri sendiri secara objektif (self
objectivication) yang ditandai dengan kemampuan untuk memiliki wawasan
tentang diri sendiri (self insight)
dan kemampuan untuk menangkap humor (sense
of humor) termasuk yang menjadikan dirinya
sendiri sebagai sasaran.
·
Memiliki
falsafah hidup tertentu (unifying philosophy
of life). Hal ini dapat dilakukan tanpa harus merumuskannya dan mengucapkan
dalam kata-kata.
2.3.2 Perkembangan intelegensi
Hampir semua orang tua di Indonesia mangharapkan anaknya pandai di
sekolah. Mereka yang mampu inginkan anaknya menjadi sarjana. Seakan-kan dengan
modal kepandaian seseorang dijamin akan berhasi dalam hidupnya.
Ukuran intelegensi dinyatakan dalam IQ (intelegence Quotient). Pada
orang dewasa, (usia 16 tahun keatas) IQ dihitung dengan cara memberikan
seperangkat pertanyaan yang terdiri atas berbagai soal (hitungan, kata-kata,
gambar-gambar, dan lain-lain) dan menghitung
seberapa banyak pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar dan
membandingkannya dengan sebuah daftar (yang dibuat berdasarkan penelitian yang
terpercaya, maka akan didapat nilai IQ orang yang bersangkutan.
2.3.3 Perkembangan peran gender
Peran gender pada hakikatnya adalah bgian dari peran sosial pula.
Sama halnya dengan anak yang harus mempelajari perannya sebagai anak terhadap
orang tua atau sebagai murid terhadap guru, maka ia pun harus mempelajari
perannya sebagai anak dari jenis kelamin tertentu terhadap jenis kelamin
lawannya. Jadi berbeda dengan anggapan awam, peran gender ini tidak hanya
ditentukan oleh jenis kelamin orang yang bersangkutan, tetapi juga oleh
lingkungan dan faktor-faktor lainnya. Dengan demikian, tidak otomatis seorang seorang anak laki-laki
harus pandai main sepak bola sedangkan anak perempuan pandai menari. Kenyataan menunjukkan
bahwa banyak laki-laki yang pandai menari dan perempuan yang main sepak bola
dan mereka akhirnya tetap menjadi pria atau wanita yang normal (tidak menjadi
banci).
2.3.4 Perkembangan moral dan religi
Moral dan religi merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa
remaja. Sebagian orang berpendapat bahwa moral dan religi bisa mengendalikan
tingkah laku anak yng beranjak dewasa ini sehingga ia tidak melakukan hal-hal
yang merugikan atau bertentagan dengan kehendak atau pandangan masyarakat. Di
sisi lain tiadanya moral dan religi ini sering kali dituding sebagai faktor
penyebab meningkatnya kenakalan remaja.
Aliran Psikoanalisis tidak membeda-bedakan antara moral, norma, dan
nilai. Semua konsep itu menurut S. Freud menyatu dalam konsepnya super ego.
Super ego sendiri dalam teori freud merupakan bagian dari jiwa yang berfungsi
untuk mengendalikan tingkah laku ego sehingga tidak bertentangan dengan
masyarakat. Super ego dibentuk melalui jalan internalisasi (penyarapan)
larangan-larangan atau perintah-perintah yang datang dari luar (khususnya dari
orang tua), sedemikian rupa sehingga akhirnya terpancar dari dalam diri sendiri Barterns (dalam Sarwono, 2010:
109). Sekali super ego telah terbentuk, maka ego tidak lagi hanya mengikuti
kehendak-kehendak id (dorongan-dorongan naluri yang berasal dari alam
ketidaksadaran). Akan tetapi juga mempertimbangkan ehendak super ego.
Demikianlah dalam menghadapi situasi tertentu, seorang remaja ang sudah
terbentuk super ego nya akan berbuat sedemikian rupa sehingga tidak melanggar
larangan atau perintah masyarakat. Termasuk jika tidak ada petugas hukum atau
tokoh masyarakat disekitar itu.
Menurut aliran psikoanalisis orang-orang yang
tak mempunyai hubungan yang harmonis dengan orang tuanya di masa kecil
kemungkinan besar tidak akan mengembangkan super ego yang cukup kuat sehingga
mereka bisa menjadi orang yang sering melanggar norma masyarakat.
Menurut Robert J. Havinghurst (dalam Ahmadi dan Sholeh, 2005: 104)
mengatakan moral yang bersumber dari adanya suatu tata nilai adalah a value is an obyect estate or affair wich
is desired (tata nilai adadlah suatu objek rohani atas suatu keadaan yang
di inginkan).
2.4 Perilaku
menyimpang pada remaja
2.4.1 Definisi
Mendefinisikan peilku menyimpang adalah hal yang cukup sulit
dilakukan. Problemnya adalah menyimpang terhadap apa? Penyimpangan terhadap
peraturan orang tua, seperti pulang terlalu malam atau merokok bisa dikatakan
penyimpangan juga dan karena itu dinamakan kenakalan. Penyimpangan terhadap
tatakrama masyarakat, seperti duduk mengangkat kaki dihadapan orang yang lebih
tinggi derajatnya (di kalangan suku tertentu) bisa juga digolongkan
penyimpangan yng dalm hal ini dinamakan kekurangajaran. Dan tentu saja tingkah
laku yang melanggar hukum seperti membawa ganja ke sekolah atau mencuri uang
orang tua adalah penyimpangan juga.
Salah satu upaya untuk mendefinisikan penyimpangan perilaku remaja
dalam arti kenakalan anak (juvenile deliquency) dilakukan oleh M. Gold dan J.
Petronio (dalam Sarwono, 2010: 251), yaitu sebagai berikut:
Kenakalan anak adalah tindakan oleh seseorang yang belum
dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri
bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai
hukuman.
2.4.2 Kenakalan remaja
Kenakalan remaja yang dimaksud disini adalah perilaku yang
menyimpang dari kebiasaan atau melanggar hukum. Jensen (dalam Sarwono, 2010:
256) membagi kenakalan remaja ini menjadi empat jenis yaitu:
·
kenakalan
yang menimbulkan korban fisik pada orang lain,
·
kenakalan
yang menimbulkan korban materi,
·
kenakalan
sosial yang tidak menimbukan korban dipihak orang lain, dan
·
kenakalan
yang melawan status.
2.4.3 Hipoaktivisme
Kenakalan remaja dan beberapa kelainan perilaku remaja yang lain
biasanya dikaitkan dengan agresivitas atau hiperaktivisme (aktifitas yang
terlalu berlebihan) dari remaja. Tetapi, di sisi lain ada sebagian remaja yang
sangat kurang aktivitasnya (hipoaktivisme). Mereka yang tergolong hipoaktif ini
biasanya lambat dianggap sebagai gangguan, karna mereka umumnya tidak
mengganggu orang lain. Orang mungkin hanya mengira anak itu pemalu atu pendiam.
Bahkan banyak orang tua yang merasa senang bahwa anaknya hipoaktif karena
kelakuan mereka manis, tidak prnah merepotkan orang tua. Baru jika anak itu
sudah masuk usia remaja dan ternyata ia masih juga kurang aktivitasnya sehingga
tidak mempunyai teman, tidak memunyai hobi, tergantung terus kepada orang tua
atau mengalami gangguan belajar yang serius, orang tua atau orang dewasa
lainnya mulai merisaukan keadaan anak yang hipoaktif tersebut.
2.4.5 Penyalahgunaan Narkoba (Narkotika dan obat) dan Alkoholisme
Seperti diketahui, narkoba dan minuman yang mengandung alcohol mempunyai
dampak terhdp system syaraf manusia yang menimbulkan berbagai perasaan.
Sebagian dari narkoba iu meningktkan gairah, semangat, dan keberanian, sbagian
lagi menimbulkan perasaan mengantuk, sedangkan yang lain bisa menyebabkan rasa
tenang dan nikmat sehingga bisa melupakan segala kesulitan. Oleh karena
efek-efek itulah beberapa remaja menyalahgunakan naarkoba dan alcohol. Tetapi,
sebagaimana semua orang pun tahu, jika mengkonsumsi narkob dan alcohol itu
dalam dosis yang berlebihan bisa membahayakan jiwa orang yang brsangkutan.
Padahal sifat narkoba dan alcohol itu antara lain adalah menimbulkan
ketergantungan (kecanduan) pada pemakainya. Makin sering ia memakai narkoba
atau minum-minuman beralkohol, makin besar ketergantungannya sehingga pada
suatu saat tidak bisa melepaskan diri lagi. Pada tahap ini remaja yang
bersangkutan bisa menjadi kriminal, atau menjadi pekerja seks untuk sekedar
memperoleh uang pembeli narkoba atau minuman beralkohol.
2.4.6 Psikopatologi pada remaja
Adapun jenis-jenis gangguan jiwa itu praremaja
menurut Kohen & Raz (dalam Sarwono, 2010: 271) adalah sebagai berikut:
·
gangguan neurosis karena konflik oedipoes yang tak teselesaikan denagan
baik,
·
takut
kepada sekolah (school phobia)
sehingga cenderung membolos atau mencari alas an untuk tidak sekolah,
·
keterasingan,
merasa diterlantarkan oleh orang tua, tidak dapat mengidentifikasikan peran
seksualnya sendiri (bagaimana caranya untuk berperan sebagai anak laki-laki
atau anak perempuan), kurang mempunyai citra seksual tentang dirinya sendiri,
·
kenakalan
anak yang disebabkan oleh reaksi neurotic,
·
retardasi
mental,
·
gangguan
organis yang bisa manggangu fungsi kepribadian,
·
gangguan
kepribadian (kelainan jiwa) yang berat, dan
·
kenakalan
anak yang tidak disebabkan oleh reaksi neurotic.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang saya buat,
dapat disimpulkan bahwa
1.
Masa
remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang
dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun
sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda. Remaja tidak
mempunyai tempat yang jelas, yaitu bahwa mereka tidak termasuk golongn
anak-anak tetapi tidah juga termasuk golongn orang dewasa.
2.
Tugas
perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku
kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemapuan bersikap dan berperilaku
secara dewasa.
3.
Perkembangan
psikologis remaja dibagi menjadi;
·
Pembentukan
konsep diri
·
Perkembangan
intelegensi
·
Perkembangan
peran gender
·
Perkembangan
moral dan religi
4.
Kenakalan anak adalah tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang
sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika
perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman.
3.2 Saran
Setelah kita
mengetahui bagaimana psikologi remaja, maka diharapkan kepada orang tua dan
juga pendidik agar lebih bisa memahami tentang psikologi remaja dan bisa untuk
mengarahkan anak/remaja itu sendiri, membimbing remaja itu agar tidak mengarah
ke perilaku yang menyimpang.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi,Abu dan
Sholeh,M. 2005.Psikologi Perkembangan.
Jakarta: Rineka Cipta
Ali Muhammad dan
Asrori,M.2011.Psikologi Remaja
Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:Bumi
Aksara
Sarwono W. Sarlito. 2010. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers
Soetjiningsih. 2004.
Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya
Jakarta:Sagung Seto
Yusuf syamsu. 2006 . Psikologi Perkembangan Anak & Remaja.Bandung:
Remaja Rosdakarya